Vrydag 22 Maart 2013

PENYELENGGARAAN SEKOLAH GRATIS MELALUI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 6 PALEMBANG



A. Latar Belakang Masalah
 Salah satu cara untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui pendidikan, baik secara pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan yang lebih banyak dirasakan seorang manusia dari lahir hingga mencapai tahap dewasa adalah pendidikan informal dan nonformal tapi pendidikan yang membuat seoarang manusia mengalami lingkungan sosial adalah pendidikan formal karena memiliki jenjang yang akan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan tingkat usia. suatu kewajiban seorang manusia belajar dan untuk mendapatkan pendidikan formal. Selanjutnya pendidikan pun harus dilangsungkan seumur hidup.
Untuk mendapatkan pendidikan di lingkungan rumah tangga dan masyarakat tidak perlu dirisaukan hambatannya karena merupakan bagian dari kehidupan sehari hari. Tetapi yang masih menjadi kendala adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dari lingkungan sekolah. Indonesia adalah sebuah negara berkembang sehingga masih ada masyarakat yang dibawah garis hidup kemiskinan. untuk menjalani pendidikan merupakan suatu hal yang tidak diutamakan. Sekolah merupakan suatu hal yang sangat mahal yang dirasakan oleh masyarakat pada lapisan tersebut.
Pemerintah pun dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut menyelenggarakan suatu program  dengan nama Sekolah Gratis. Kebijakan tersebut merupakan salah satu strategi pemerintah dalam mewujudkan program jangka menengah untuk  meningkatkan mutu pendidikan dengan sasaran sebagai berikut:
  • APK SMP/MTs= 98%; APK Perguruan Tinggi= 18%
  • Memberi kesempatan yang sama pada seluruh peserta didik dari berbagai golongan menurut kategori tingkat ekonomi, gender, wilayah, tingkat kemampuan intelektual dan kondisifisik
  • Memperluas daya tampung satuan pendidikan sesuai dengan prioritas nasional
  • Penggunaan TIK untuk menjangkau daerah terpencil/sulitdijangkau.

            Program tersebut juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 yang  menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang- kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
            Program pemerintah tersebut membawa angin segar bagi warga negara Indonesia yang kurang mampu untuk mengikuti pendidikan disekolah. Memberi harapan untuk tidak pantang menyerah dalam menuntut ilmu. Namun dalam aplikasi pelaksanaan peraturan yang diberlakukan memberi problema-problematik pendidikan meskipun sisi lain menguntungkan salah satu pihak. Namun dari segi pihak penyelenggara sekolah, siswa hingga paradigma masyarakat yang tidak melihat secara menyeluruh dan bijak sehingga dapat mempengaruhi manajemen sekolah dan sikap yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan.
            Terjadi masalah dalam proses penyelenggaraan, persoalan dana pendidikan untuk sekolah gratis mulai terasa. Ketika kegiatan belajar-mengajar berjalan. Di sinilah terlihat, bahwa tak ada pendidikan yang gratis. Kegiatan dan sarana infrastruktur apapun, tentunya membutuhkan biaya. Tak dapat dipungkiri, bahwa kualitas peserta didik dan tenaga pendidik, harus ditunjang oleh faktor dana. Meski demikian, sesuai falsafah dunia pendidikan, faktor dana bukanlah satu-satunya penentu kegiatan belajar-mengajar.
                Makalah ini akan mengangkat kesenjangan yang terjadi di SMA Negeri 6 Palembang. Pada SMA Negeri 6 selain sudah menyelenggarakan program Sekolah Gratis, juga menyelenggarakan RSBI atau Rencana Sekolah Berstandar Internasional, meskipun baru diperuntukkan kelas X. Disinilah kesenjangan mulai terjadi.
 Terjadi perbedaan pemberian sarana dan prasrana antara peserta didik kelas RSBI dan kelas yang mengenyam Sekolah Gratis.  Peserta didik yang masuk program Sekolah Gratis mendapat bantuan subsidi dari pemerintah untuk membayar biaya sekolah SPP sebesar Rp80.000. Fasilitas yang mereka dapatkan dari sekolah hanya kelas untuk belajar, dan guru. Siswa sekolah gratis tidak mendapatkan fasilitas les tambahan lagi. Sedangkan peserta didik pada kelas RSBI yang membayar sendiri sebesar Rp 495.000,00 mendapat perlakukan mendapatkan fasilitas lebih untuk pembelajaran. Rincian pembayaran tersebut adalah Rp 150.000, untuk SPP, Rp 200.000 uang makan, dan 145.000, untuk pembayaran les tambahan dari sekolah. Perlakuan lain yaitu siswa kelas RSBI mendapatkan fasilitas dalam pembelajaran seperti penggunaan LCD, menggunakan Laboratorium Komputer satu siswa satu komputer, sarana dan prasarana lain cukup lengkap.
Dampak lain yang terjadi adalah siswa sekolah gratis, mereka menjadi tidak serius dalam belajar karena merasa tidak dibebani biaya. Dampak pada pendidik yaitu guru tidak menerima uang transport dari komite, selama ini guru menerima transpot jumlahnya dihitung per jam pelajaran (Rp.7500). 
Perbedaan tersebut tidak sepantasnya terjadi, karena adanya sekolah gratis untuk  membantu siswa yang tidak mampu  melanjutkan sekolah. Meskipun gratis penjaminan mutu tetap diutamakan, dimana memang sudah hak siswa yang tidak mampu untuk mendapat pendidikan. Hak tersebut juga dijamin oleh pemerintah yang dituangkan dalam Undang–Undang NO. 20 TH.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam hal hak peserta didik yang berbunyi ”mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”.
Sekolah Gratis bukan berarti semua siswa disamaratakan mendapat kebijakan sekolah gratis. Khususnya dalam membayar biaya sekolah karena tidak semua siswa yang sekolah  adalah siswa yang tidak mampu dan sebagian juga pasti ada siswa yang kaya. Adanya hak berarti ada suatu kewajiban kewajiban peserta didik ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sekolah gratis juga bukan berarti tidak mengutamakan kualitas hasil pendidikan. Meskipun sekolah gratis penjaminan mutu pendidikan tetap diutamakan, termasuk juga pada kebijakan apa-pun yang dikeluarkan pemerintah. Agar sekolah gratis dapat berjalan tanpa mengesampingkan kualitas pendidikan, enyelenggaraan sekolah gratis di setiap lembaga sekolah harus dikelola dengan baik. Pengelolaan yang baik yaitu memperhitungkan aspek dalam merencanakan, mengorganiasikan, melaksanakan dan evaluasi secara sistematis beradsarkan kebutuhan sekolah atau melaksanakan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah sehingga program Sekolah Gratis tepat pada sasaran sesuai yang membutuhkan.
Kebijakan pemerintah yang dicantumkan dalam undang-undang hingga peraturan daerah harus dilaksanakan tidak dengan mentah-mentah tapi tidak memperhatikan aspek lain untuk meningkatkan kulitas pendidikan.  Manajemen yang baik sesuai kebutuhan sekolah sangat mempengaruhi kualitas tersebut. Tidak hanya program sekolah gratis juga dengan kebijakan lain. Masalah yang timbul dari kebijakan sekolah gratis diharapkan dapat diselesaikan dengan penerapan manajemen berbasis sekolah yang merupakan proses pengintegrasian, pengkoordinasian dan pemanfaatan dengan melibatkan secara menyeluruh elemen-elemen yang ada pada sekolah untuk mencapai tujuan (mutu pendidikan) yang diharapkan secara efisien. Betapa pentingnya dilakukan kajian mendalam tentang masalah pelaksanaan sekolah gratis dengan menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah hingga kualitas pendidikan meningkat dan dapat terjamin. Berdasarkan hal tersebut makalah ini mengangkat masalah penyelenggaraan sekolah gratis melalui manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di SMA Negeri 6 Palembang?

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1.    Bagaimana penyelenggaraan program sekolah gratis?
2.    Bagaimana penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan?

C.Tujuan Penulisan Makalah.
1.       Untuk mendapatkan pemahaman tentang penyelenggaraan program sekolah gratis.
2.       Untuk memahami Manajemen Berbasis Sekolah dalam meningkatan kualitas pendidikan 

D.   Program Sekolah Gratis
Kebijakan ini adalah aplikasi dari kebijakan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara telah memberikan jaminan bagi setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Pemerintah wajib membuat anggaran biaya untuk warga negara yang memadai sehingga pendidikan dapat diselenggarakan tanpa memungut biaya atau gratis melalui pembiayaan kas negara.
UUD 1945 hasil amandemen juga telah mengamanatkan 20% anggaran pendidikan. Sebagai upaya untuk mewujudkan amanat tersebut, pemerintah sejak bulan Juli 2005 telah mengeluarkan kebijakan tentang Bantuan Operasional sekolah (BOS).  Tahun 2009 biaya satuan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami peningkatan. Peningkatan biaya tersebut telah dijadikan pilar utama bagi pemerintah untuk mewujudkan pendidikan gratis pada tingkat pendidikan dasar terutama pada sekolah-sekolah negeri dan menggratiskan seluruh siswa miskin pada sekolah swasta.
Sekolah Gratis merupakan program pemerintah untuk membebaskan biaya sekolah dari Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tinggat Pertama (SLTP). Pada Tahun 2009 Anggaran berasal dari 20 % persen dari anggaran pendidikan atau kurang lebih Rp 207 triliun. Rinciannya, Rp 105 triliun gaji guru, Rp 60 triliun khusus buat Depdiknas, Rp 16 triliun pembiayaan BOS, sisanya 26 triliun untuk alokasi lain. Sekolah gratis juga dilandasi oleh kebijakan hukum dari Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, jenis-jenis biaya pendidikan semakin jelas dan gamblang. Menurut Peraturan Pemerintah ini biaya pendidikan dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu Biaya Satuan Pendidikan, Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik. Untuk biaya satuan pendidikan adalah biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan meliputi; biaya investasi, biaya operasional, bantuan biaya pendidikan, dan beasiswa. Adapun BOS merupakan program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasional bagi satuan pendidikan dasar.
Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik, yang memungkinkan ketiga dimensi kemanusiaan paling elementer di atas dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, pendidikan seyogyanya menjadi wahana strategis bagi upaya mengembangkan segenap potensi individu, sehingga cita-cita membangun manusia seutuhnya dapat terpecahkan. Pemerintah dengan segenap usaha melalui kebijakan harus merujudkan pendidikan yang berjalan sesuai undang-undang yang dibuat dan diselaraskan sesuai kebutuhan daerah oleh pemerintah daerah. Salah satu propinsi yang telah membuat peraturan tentang sekolah gratis adalah Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan. Provinsi ini juga mengeluarkan Perda tentang Penyelenggaraan Program Sekolah Gratis.
Pada 19 Maret 2009 diterbitkan Perda Provinsi Sumatera Selatan No 3 tahun 2009 di Provinsi Sumatera Selatan. Kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 31 tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Sekolah Gratis di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan Perda, setiap penduduk Sumatera Selatan dalam usia sekolah berhak mendapatkan pelayanan sekolah gratis. Program tersebut ditujukan kepada siswa mulai dari jenjang SD/SDLB/MI,SMP/SMPLB/MTs, SMA/SMALB/MA/SMK baik negeri maupun swasta, kecuali SSN (Sekolah Standar Nasional), RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), SBI (Sekolah Bertaraf Internasional), Kelompok Belajar (Kejar) Paket dan Diniyah. (Amzulian Rifai: 2009) Untuk penerapan peraturan tersebut pemerintah memberikan subsidi Rp 80 ribu/bulan untuk setiap siswa. Namun jumlah tersebut berbeda jauh antara subsidi dari pemerintah dengan kebutuhan ril sekolah.
Meskipun pemerintah menjamin pendidikan setiap warga negara dan adalah hak setiap warga negara mendapatkan pendidikan. Sedangkan pemerintah sebagai pihak mengelola pendidikan secara sistematis tapi pihak-pihak terkait harus ikut serta dalam kelangsungan pendidikan yang berkualitas yaitu dari warga itu sendiri atau masyarakat. UU Sisdiknas telah mensinyalir bahwa pembiayaan pendidikan tidak hanya merupakan peran pemerintah saja, didalamnya juga melibatkan pemerintah daerah dan peran serta masyarakat. Meskipun program penuntusan masalah APK dengan mengadakan  sekolah gratis tetapi perlu dilihat siapa saja siswa yang membutuhkan sekolah gratis tidak menyamaratakan semua siswa untuk di gratiskan.
Kemungkinan kondisi setiap lembaga sekolah yang berbeda dapat dipastikan terjadi perbedaan taraf hidup setiap siswa, ada siswa yang mampu membayar uang sekolah ada pula siswa yang mencukupi bahkan lebih. Berdasarkan Undang–Undang NO. 20 TH.2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa ada hak dan kewajiban dari peserta didik. Salah satu hak peserta didik adalah mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Untuk kewajiban peserta didik adalah ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jelas sekali kewajiban tersebut diperuntukkan bagi siswa yang mampu membayar sekolah sendiri bahkan untuk yang lebih. Kewajiban tersebut juga memberi pengecualian untuk siswa yang tidak mapu membayar. Untuk pengaturan hak dan kewajiban tersebut tentu yang paling tepat untuk mengolahnya dalah pihak sekolah sendiri. Pengolahan yang baik kebijakan pemerintah di masing-masing sekolah menuju pada suatu pendekatan yaitu manajemen berbasis sekolah agar hambatan dan kesenjangan yang terjadi dapat diminimalisir. Sehingga pemeratan pendidikan melalui sekolah gratis dapat mencapai tujuan dan kualitas pendidikan tidak terabaikan.

A.   Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
Kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan kebijakan publik Departemen Pendidikan Nasional untuk memberikan otonomi kepada sekolah, sebagai dukungan terhadap diberlakukannya otonomi daerah (desentalisasi pendidikan). MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah.
Pengertian manajemen menurut (Depdiknas, 2006) adalah ”proses mencapai hasil dengan mendayagunakan sumber daya yang tersedia secara produktif ”. Sedangkan menurut Nanang Fatah (1996: 1) mengartikan manajemen sebgai ilmu, yaitu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama.
Pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan ndasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era desentralisasi pendidikan. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan.
            Mulyasa (2002: 11) mengungkapkan bahwa manajemen berbasis sekolah merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah yang menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemeretaan poendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakt setempat serta  saling menjaling kerjasama yang erat antara sekolah masyarakat dan pemerintah (Nur Ainy:2005) .
            Menurut buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2002: 3) mengartikan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) sebagai bagian dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yaitu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar pada sekolah dan mengorong pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan nasional. 

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking